"... Aku sampai di bagian bahwa aku telah jatuh cinta. Namun orang itu hanya mampu kugapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang cuma sanggup kuhayati bayangannya dan tak akan kumiliki keutuhannya. Seseorang yang hadir sekelebat bagai bintang jatuh yang lenyap keluar dari bingkai mata sebelum tangan ini sanggup mengejar. Seseorang yang hanya bisa kukirimi isyarat sehalus udara, langit, awan, atau hujan. Seseorang yang selamanya harus dibiarkan berupa sebentuk punggung karena kalau sampai ia berbalik niscaya hatiku hangus oleh cinta dan siksa."
(Rectoverso)
Aku tidak ingin bersamamu cuma karena enggan sendiri.
Kau tidak layak untuk itu.
Seseorang semestinya memutuskan bersama orang lain karena menemukan keutuhannya tercermin, bukan ketakutannya akan sepi.
(Peluk)
Bumi adalah sebuah kumparan besar yang melingkarkan semua makhluk dalam kefanaannya.
Melingkarkan kau dan aku.
(Supernova)
Tapi hidup ini cair. Semesta ini bergerak. Realitas berubah. Seluruh simpul dari kesadaran kita berkembang mekar. Hidup akan mengikis apa saja untuk memilih diam, memaksa kita untuk mengikuti arus agungnya yang jujur tapi penuh rahasia.
Kamu, tidak terkecuali !
(Filosofi Kopi)
Surat yang tak Pernah Sampai
Kalau saja hidup ini tak ber-evolusi, kalau saja sebuah momen dapat selamanya menjadi fosil tanpa terganggu, kalau saja kekuatan kosmik mampu stagnan di satu titik. Maka tanpa ragu kamu akan memilih satu detik bersamanya untuk diabadikan. Cukup satu.
Satu detik yang segenap keberadaanya dipersembahkan untuk bersamamu, dan bukan dengan ribuan hal lain yang menanti untuk dilirik pada detik berikutnya.
(Filosofi Kopi)
Akhirnya aku mengerti betapa rumitnya konstruksi batin manusia. Betapa sulitnya manusia meninggalkan bias, menarik batas antara masa lalu dan sekarang. Aku kini percaya manusia, dirancang untuk terluka.
(Partikel)
"Engkau membuatku putus asa, dan mencinta pada saat yang sama"
(Gelombang)
“...aku gak mau sepuluh, dua puluh tahun dari hari ini, aku masih terus-terusan memikirkan orang yg sama. bingung di antara penyesalan dan penerimaan.”
(Perahu Kertas)
Rasakan semua, demikian pinta sang hati. Amarah atau asmara, kasih atau pedih, segalanya indah jika memang tepat pada waktunya. Dan inilah hatiku, pada dini hari yang hening. Bening. Apa adanya.
(Rectoverso)
Kau hadir dalam ketiadaan, sederhana dalam ketidakmengertian. Gerakmu tiada pasti, namun aku selalu disini, menantimu.
Entah mengapa..
(Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh)
Kamu ingin cinta. Tapi takut jatuh cinta. But you know what? Kadang -kadang kamu harus terjun dan jadi basah untuk tahu air. Bukan cuma nonton di pinggir dan berharap kecipratan.
(Madre)
“Dia, yang tidak pernah kamu mengerti. Dia, racun yang membunuhmu perlahan. Dia, yang kamu reka dan kamu cipta. Sebelah darimu menginginkan agar dia datang, membencimu hingga muak dia mendekati gila, menertawakan segala kebodohannya, kehilafan untuk sampai jatuh hati kepadamu, menyesalkan magis yang hadir naluriah setiap kalian berjumpa. Akan kamu kirimkan lagi tiket bioskop, bon restoran, semua tulisannya –dari mulai nota sebaris sampai doa berbait-bait. Dan beceklah pipi-nya karena geli, karena asap dan abu dari benda-benda yang dia hanguskan–bukti bahwa kalian pernah saling tergila-gila–beterbangan masuk ke matanya. Semoga dia pergi dan tak pernah menoleh lagi. Hidupmu, hidupnya, pasti akan lebih mudah.”
(Filosofi Kopi)
Suka banget sama tulisannya Dewi Lestari, meskipun
0 komentar:
Posting Komentar